1.Pertanyaan
Apakah boleh shalat memakai pantaloon
(celana panjang ketat) bagi wanita dan lelaki.
Bagaimana pula hukum syar’inya bila wanita memakai pakaian yang bahannya tipis
namun tidak menampakkan auratnya?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Pakaian yang ketat yang membentuk anggota-anggota tubuh dan menggambarkan tubuh wanita, anggota-anggota badan berikut lekuk-lekuknya tidak boleh dipakai, baik bagi laki-laki maupun wanita. Bahkan untuk wanita lebih sangat pelarangannya karena fitnah (godaan) yang ditimbulkannya lebih besar.
Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Pakaian yang ketat yang membentuk anggota-anggota tubuh dan menggambarkan tubuh wanita, anggota-anggota badan berikut lekuk-lekuknya tidak boleh dipakai, baik bagi laki-laki maupun wanita. Bahkan untuk wanita lebih sangat pelarangannya karena fitnah (godaan) yang ditimbulkannya lebih besar.
Adapun dalam shalat, bila memang
seseorang shalat dalam keadaan auratnya tertutup dengan pakaian tersebut maka
shalatnya sah karena adanya penutup aurat, akan tetapi orang yang berpakaian
ketat tersebut berdosa. Karena terkadang ada amalan shalat yang tidak ia
laksanakan dengan semestinya disebabkan ketatnya pakaiannya. Ini dari satu
sisi. Sisi yang kedua, pakaian semacam ini akan mengundang fitnah dan menarik
pandangan (orang lain), terlebih lagi bila ia seorang wanita.
Maka wajib bagi si wanita untuk menutup
tubuhnya dengan pakaian yang lebar dan lapang, tidak menggambarkan lekuk-lekuk
tubuhnya, tidak mengundang pandangan (karena ketatnya), dan juga pakaian itu
tidak tipis menerawang. Hendaknya pakaian itu merupakan pakaian yang dapat
menutupi tubuh si wanita secara sempurna, tanpa ada sedikitpun dari tubuhnya yang
tampak. Pakaian itu tidak boleh pendek sehingga menampakkan kedua betisnya, dua
lengannya, atau dua telapak tangannya. Si wanita tidak boleh pula membuka
wajahnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya tapi ia harus menutup seluruh
tubuhnya. Pakaiannya tidak boleh tipis sehingga tampak tubuhnya di balik
pakaian tersebut atau tampak warna kulitnya. Yang seperti ini jelas tidak
teranggap sebagai pakaian yang dapat menutupi.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengabarkan dalam hadits yang shahih1:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: رِجَالٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسُ وَنِساَءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسَهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ لاَ يَجِدْنَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat keduanya. Yang pertama, satu kaum yang membawa cambuk-cambuk seperti ekor sapi, yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua, para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka miring dan membuat miring orang lain. Kepala-kepala mereka semisal punuk unta, mereka tidak akan mencium wanginya surga.”
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: رِجَالٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسُ وَنِساَءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسَهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ لاَ يَجِدْنَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat keduanya. Yang pertama, satu kaum yang membawa cambuk-cambuk seperti ekor sapi, yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua, para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka miring dan membuat miring orang lain. Kepala-kepala mereka semisal punuk unta, mereka tidak akan mencium wanginya surga.”
Makna كَاسِيَاتٌ: mereka mengenakan
pakaian akan tetapi hakikatnya mereka telanjang karena pakaian tersebut tidak
menutupi tubuh mereka. Modelnya saja berupa pakaian akan tetapi tidak dapat
menutupi apa yang ada di baliknya, mungkin karena tipisnya atau karena
pendeknya atau kurang panjang untuk menutupi tubuh.
Maka wajib bagi para muslimah untuk
memperhatikan hal ini. (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih
Al-Fauzan, 3/158-159)
2.Pertanyaan:
Kebanyakan wanita bermudah-mudah dalam
masalah aurat mereka di dalam shalat. Mereka membiarkan kedua lengan bawahnya
atau sedikit darinya terbuka/tampak saat shalat, demikian pula telapak kaki
bahkan terkadang terlihat sebagian betisnya, apakah seperti ini shalatnya sah?
Jawab:
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu memberikan jawaban, “Yang wajib bagi wanita merdeka dan mukallaf untuk menutup seluruh tubuhnya dalam shalat terkecuali wajah dan dua telapak tangan, karena seluruh tubuh wanita aurat.
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu memberikan jawaban, “Yang wajib bagi wanita merdeka dan mukallaf untuk menutup seluruh tubuhnya dalam shalat terkecuali wajah dan dua telapak tangan, karena seluruh tubuh wanita aurat.
Bila ia shalat sementara tampak sesuatu
dari auratnya, seperti betis, telapak kaki, kepala atau sebagiannya, maka
shalatnya tidak sah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ الْحَائِضِ
إِلاَّ بِخِمَارٍ
“Allah tidak menerima shalat wanita
yang telah haid kecuali bila mengenakan kerudung.” (HR. Al-Imam Ahmad dan
Ahlus Sunan kecuali An-Nasa’i dengan sanad yang shahih)
Yang dimaksud haid dalam hadits di atas
adalah baligh.
Juga berdasar sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ
“Wanita itu aurat.” (HR.
At-Tirmidzi, dishahihkan dalam Al-Misykat (no. 3109), Al-Irwa’ (no. 273), dan
Ash-Shahihul Musnad (2/36). –pen.)
Juga riwayat Abu Dawud dari Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pernah bertanya
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita yang shalat memakai
dira’ (pakaian yang biasa dikenakan wanita di rumahnya, semacam daster) dan
khimar (kerudung) tanpa memakai izar (sarung/pakaian yang menutupi bagian bawah
tubuh). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي
ظُهُوْرَ قَدَمَيْهِ
“(Boleh) apabila dira’ tersebut
luas/lebar hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Bulughul Maram berkata, “Para imam menshahihkan mauqufnya haditsnya atas Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.” (Yakni hadits di atas adalah ucapan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Bulughul Maram berkata, “Para imam menshahihkan mauqufnya haditsnya atas Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.” (Yakni hadits di atas adalah ucapan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.)
Bila di dekat si wanita (di sekitar
tempat shalatnya) ada lelaki ajnabi maka wajib baginya menutup pula wajahnya
dan kedua telapak tangannya.” (Majmu’ Fatawa wa
Maqalat Mutanawwi’ah, 10/ 409)
3.Pertanyaan
Kita perhatikan sebagian orang yang shalat mereka mengenakan pakaian yang tipis hingga bisa terlihat kulit di balik pakaian tersebut. Apa hukumnya shalat dengan pakaian seperti itu?
Jawab:
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu menjawab, “Wajib bagi orang yang shalat untuk menutup auratnya ketika shalat menurut kesepakatan kaum muslimin dan tidak boleh ia shalat dalam keadaaan telanjang, sama saja apakah ia lelaki ataukah wanita.
Wanita lebih sangat lagi auratnya. Kalau lelaki, auratnya dalam shalat adalah antara pusar dan lutut disertai dengan menutup dua pundak atau salah satunya bila memang ia mampu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu:
إِنْ كَانَ الثَّوْبُ وَاسِعًا فَالْتَحِف بِهِ، وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ
3.Pertanyaan
Kita perhatikan sebagian orang yang shalat mereka mengenakan pakaian yang tipis hingga bisa terlihat kulit di balik pakaian tersebut. Apa hukumnya shalat dengan pakaian seperti itu?
Jawab:
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu menjawab, “Wajib bagi orang yang shalat untuk menutup auratnya ketika shalat menurut kesepakatan kaum muslimin dan tidak boleh ia shalat dalam keadaaan telanjang, sama saja apakah ia lelaki ataukah wanita.
Wanita lebih sangat lagi auratnya. Kalau lelaki, auratnya dalam shalat adalah antara pusar dan lutut disertai dengan menutup dua pundak atau salah satunya bila memang ia mampu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu:
إِنْ كَانَ الثَّوْبُ وَاسِعًا فَالْتَحِف بِهِ، وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ
“Bila pakaian/kain itu lebar/lapang
maka berselimutlah engkau dengannya (menutupi pundak) namun bila kain itu
sempit bersarunglah dengannya (menutupi tubuh bagian bawah).” (Muttafaqun
‘alaihi)
Juga berdasar sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
لاَيُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ
لاَيُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ
“Tidak boleh salah seorang dari
kalian shalat dengan mengenakan satu pakaian/kain sementara tidak ada
sedikitpun bagian dari kain itu yang menutupi pundaknya.”
Hadits ini disepakati keshahihannya.
Adapun wanita, seluruh tubuhnya aurat di
dalam shalat terkecuali wajahnya.
Ulama bersilang pendapat tentang dua telapak tangan wanita: Sebagian mereka mewajibkan menutup kedua telapak tangan. Sebagian lain memberi keringanan (rukhshah) untuk membuka keduanya. Perkaranya dalam hal ini lapang, insya Allah. Namun menutupnya lebih utama/afdhal dalam rangka keluar dari perselisihan ulama dalam masalah ini.
Adapun dua telapak kaki, jumhur ahlil ilmi (mayoritas ulama) berpendapat keduanya wajib ditutup.
Abu Dawud mengeluarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha:
إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُوْرَ قَدَمَيْهِ
Ulama bersilang pendapat tentang dua telapak tangan wanita: Sebagian mereka mewajibkan menutup kedua telapak tangan. Sebagian lain memberi keringanan (rukhshah) untuk membuka keduanya. Perkaranya dalam hal ini lapang, insya Allah. Namun menutupnya lebih utama/afdhal dalam rangka keluar dari perselisihan ulama dalam masalah ini.
Adapun dua telapak kaki, jumhur ahlil ilmi (mayoritas ulama) berpendapat keduanya wajib ditutup.
Abu Dawud mengeluarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha:
إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُوْرَ قَدَمَيْهِ
“(Boleh) apabila dira’ tersebut
luas/lebar hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Bulughul Maram berkata, “Para imam menshahihkan mauqufnya hadits ini atas Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha (yakni, ucapan ini adalah perkataan Ummu Salamah bukan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, red.).”
Berdasarkan apa yang telah kami sebutkan, wajib bagi lelaki dan wanita untuk mengenakan pakaian yang dapat menutupi tubuhnya, karena kalau pakaian itu tipis tidak menutup aurat batallah shalat tersebut. Termasuk di sini bila seorang lelaki memakai celana pendek yang tidak menutupi kedua pahanya dan tidak memakai pakaian lain di atas celana pendek tersebut sehingga dua pahanya tertutup, maka shalatnya tidaklah sah.
Demikian pula wanita yang mengenakan pakaian tipis yang tidak menutupi auratnya maka batallah shalatnya. Padahal shalat merupakan tiang Islam dan rukun yang terbesar setelah syahadatain, maka wajib bagi seluruh kaum muslimin, pria dan wanita, untuk memberikan perhatian terhadapnya dan menyempurnakan syarat-syaratnya serta berhati-hati dari sebab-sebab yang dapat membatalkannya, berdasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (ashar)…” (Al-Baqarah: 238)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Bulughul Maram berkata, “Para imam menshahihkan mauqufnya hadits ini atas Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha (yakni, ucapan ini adalah perkataan Ummu Salamah bukan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, red.).”
Berdasarkan apa yang telah kami sebutkan, wajib bagi lelaki dan wanita untuk mengenakan pakaian yang dapat menutupi tubuhnya, karena kalau pakaian itu tipis tidak menutup aurat batallah shalat tersebut. Termasuk di sini bila seorang lelaki memakai celana pendek yang tidak menutupi kedua pahanya dan tidak memakai pakaian lain di atas celana pendek tersebut sehingga dua pahanya tertutup, maka shalatnya tidaklah sah.
Demikian pula wanita yang mengenakan pakaian tipis yang tidak menutupi auratnya maka batallah shalatnya. Padahal shalat merupakan tiang Islam dan rukun yang terbesar setelah syahadatain, maka wajib bagi seluruh kaum muslimin, pria dan wanita, untuk memberikan perhatian terhadapnya dan menyempurnakan syarat-syaratnya serta berhati-hati dari sebab-sebab yang dapat membatalkannya, berdasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (ashar)…” (Al-Baqarah: 238)
Dan firman-Nya:
“Tegakkanlah shalat dan tunaikanlah
zakat.”
Tidaklah diragukan bahwa memerhatikan
syarat-syarat shalat dan seluruh yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan
berkenaan dengan shalat masuk dalam makna penjagaan dan penegakan yang
diperintahkan dalam ayat.
Apabila di sisi/di sekitar si wanita itu
ada lelaki ajnabi saat ia hendak shalat maka wajib (Berdasar pendapat yang
mewajibkan menutup wajah, bukan yang menganggapnya sunnah. (ed)) baginya
menutup wajahnya. Demikian pula dalam thawaf, ia tutupi seluruh tubuhnya karena
thawaf masuk dalam hukum shalat. Wabillahi at-taufiq.” (Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah, 10/410-412)
4.Pertanyaan
Bila aurat orang yang sedang shalat tersingkap, bagaimana hukumnya?
4.Pertanyaan
Bila aurat orang yang sedang shalat tersingkap, bagaimana hukumnya?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjawab, “Orang yang demikian tidak lepas dari beberapa keadaan :
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjawab, “Orang yang demikian tidak lepas dari beberapa keadaan :
Pertama: Bila ia sengaja/membiarkannya, shalatnya batal, baik sedikit yang
terbuka/tersingkap ataupun banyak, lama waktunya ataupun sebentar.
Kedua: Bila ia tidak
sengaja dan yang terbuka cuma sedikit maka shalatnya tidak batal.
Ketiga: Bila ia tidak sengaja dan yang terbuka banyak namun cuma sebentar seperti saat angin bertiup sedang ia dalam keadaan ruku lalu pakaiannya tersingkap tapi segera ia tutupi/perbaiki maka pendapat yang shahih shalatnya tidak batal karena ia segera menutup auratnya yang terbuka dan ia tidak bersengaja menyingkapnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Bertakwallah kalian kepada Allah semampu kalian.”
Ketiga: Bila ia tidak sengaja dan yang terbuka banyak namun cuma sebentar seperti saat angin bertiup sedang ia dalam keadaan ruku lalu pakaiannya tersingkap tapi segera ia tutupi/perbaiki maka pendapat yang shahih shalatnya tidak batal karena ia segera menutup auratnya yang terbuka dan ia tidak bersengaja menyingkapnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Bertakwallah kalian kepada Allah semampu kalian.”
Keempat: Bila ia tidak sengaja dan yang
terbuka banyak, waktunya pun lama karena ia tidak tahu ada auratnya yang
terbuka terkecuali di akhir shalatnya maka shalatnya tidak sah karena menutup
aurat merupakan salah satu syarat shalat dan umumnya yang seperti ini terjadi
karena ketidakperhatian dirinya terhadap auratnya di dalam shalat. Wallahu
a’lam.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh ibnu Al-Utsaimin, Fatawa
Al-Fiqh, 12/300-301)
Footnote:
1 HR. Muslim no. 5547.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu
menyatakan hadits di atas termasuk mukjizat kenabian, karena telah muncul dan
didapatkan dua golongan yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tersebut. Adapun makna كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ, wanita-wanita itu memakai
nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tapi tidak mensyukurinya. Ada pula yang
memaknakan, para wanita tersebut menutup sebagian tubuh mereka dan membuka
sebagian yang lain guna menampakkan kebagusannya. Makna lainnya, mereka memakai
pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya dan apa yang tersembunyi di balik
pakaian tersebut.
مَائِلاَتٌ maknanya mereka menyimpang
dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari perkara yang semestinya
dijaga.
مُمِيْلاَتٌ maknanya mereka mengajarkan
perbuatan mereka yang tercela kepada orang lain. Ada pula yang menerangkan
مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ dengan makna mereka berjalan dengan miring berlagak
angkuh dan menggoyang-goyangkan pundak mereka. Makna yang lain, mereka menyisir
rambut mereka dengan gaya miring seperti model sisiran wanita pelacur dan
mereka menyisirkan wanita lain dengan model sisiran seperti mereka.
رٌؤٌوْسٌهٌنَّ كأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
maknanya mereka membesarkan rambut mereka dengan melilitkan sesuatu di kepala
mereka. (Al-Minhaj, 14/336).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar